3 Jebakan Maut Penyebab Bisnis F&B Gagal

In Bisnis
3 Jebakan Maut Penyebab Bisnis F&B Gagal

Pernah nggak sih, kamu lewat di depan sebuah ruko yang beberapa bulan lalu antreannya mengular, eh, sekarang udah ganti jadi usaha lain? Atau mungkin kamu sendiri yang lagi merasakannya: semangat 45 pas buka usaha kuliner, ikutin semua tren yang lagi naik daun, tapi kok penjualan rasanya gitu-gitu aja. Mentok.

Rasanya gemas, kan? Merasa ada yang salah, tapi bingung salahnya di mana. Kita semua pernah di posisi itu. Mikir, “Apa produkku kurang enak? Apa promosiku kurang gencar?”

Ternyata, oh, ternyata, masalahnya sering kali bukan di situ. Sales motivator yang saya ikuti, Remaja Tampubolon, pernah bilang satu hal yang jleb banget: banyak bisnis gagal bukan karena produknya jelek, tapi karena mereka terlalu fokus pada produk dan lupa sama pasarnya.

Ini dia jebakan-jebakan maut yang sering bikin pengusaha F&B pemula, bahkan yang sudah berjalan sekalipun, jadi korban.

sebuah ruko yang dulu pernah jadi tempat usaha kuliner viral

 

Jebakan #1: Euforia Tren Itu Candu

 

Masih ingat hebohnya Es Kepal Milo? Atau demam Dalgona Coffee pas awal pandemi? Semua orang bikin, semua orang jual. Kelihatannya? Menggiurkan. Euforia sesaat itu sering disalahartikan sebagai loyalitas pelanggan.

Padahal, tren itu seperti ombak di pantai. Datang dengan cepat, besar, tapi surutnya juga cepat. Pelanggan yang datang karena tren adalah “turis,” bukan “warga tetap.” Mereka datang karena penasaran, bukan karena butuh atau cinta sama produkmu.

Contoh nyata? Di kota saya, dulu ada belasan gerobak Croffle yang berjejer di satu area. Sekarang? Mungkin sisa dua atau tiga, itu pun yang dari awal memang punya konsep kuat, bukan sekadar ikut-ikutan.

produk makanan yang pernah viral

 

Jebakan #2: Perang Harga Sampai Berdarah-darah

 

“Ah, yang penting jualanku paling murah, pasti laku.”

Siapa yang pernah mikir begini? Jujur saja, strategi “banting harga” itu cuma efektif untuk membuka pintu, bukan untuk membuat orang menetap. Kalau satu-satunya senjatamu adalah harga murah, kamu sedang menggali kuburanmu sendiri secara perlahan.

Saya punya cerita. Dulu dekat kantor ada dua warung ayam geprek yang letaknya sebelahan. Yang satu buka dengan harga Rp15.000. Sebulan kemudian, tetangganya buka dengan harga Rp13.000. Besoknya, yang pertama turunin harga jadi Rp12.000 plus gratis es teh. Terus begitu sampai akhirnya salah satunya tutup karena kehabisan napas.

Mereka sibuk saling sikut, lupa bertanya: “Sebenarnya apa sih yang pelanggan cari selain harga murah?” Mungkin sambal yang lebih khas? Mungkin tempat yang lebih bersih? Atau sekadar sapaan ramah dari penjualnya?

Gambar sebuah timbangan, di satu sisi ada ikon "Harga Murah"

 

Jebakan #3: Branding Cuma di Kulit, Bukan di Hati

 

Di zaman media sosial, gampang sekali terjebak flexing. Tempatnya harus Instagrammable, kemasannya harus aesthetic, pemiliknya harus punya personal branding yang kuat. Apa itu salah? Nggak juga.

Masalahnya, itu semua cuma pintu gerbang. Cuma kulitnya. Kalau tamunya sudah masuk tapi di dalam “rumahnya” berantakan—pelayanan jutek, rasa biasa aja, kebersihan nggak dijaga—mereka nggak akan mau datang lagi.

Personal branding pemilik yang kuat memang bisa mendatangkan pelanggan di awal. Tapi yang membuat mereka kembali adalah pengalaman yang mereka rasakan saat berinteraksi dengan bisnismu. Nama besar nggak akan menolong kalau rasa kopinya bikin pelanggan kapok.

sebuah kafe atau restoran yang kelihatan bagus di media sosial.

 

Terus, Kuncinya Apa Dong?

 

Kalau bukan tren, bukan harga, bukan juga sekadar branding, lalu apa?

Jawabannya satu, tapi butuh kerja keras: Customer Experience.

Pengalaman pelanggan. Itu adalah ruh dari sebuah bisnis yang bertahan lama. Sesederhana mengingat nama pelanggan setia. Atau menanyakan, “Pak, kopinya seperti biasa, kan?” Hal-hal kecil seperti ini yang tidak bisa ditiru kompetitor.

Pengalaman itu membangun sesuatu yang lebih dalam dari sekadar transaksi jual-beli. Ia membangun kepercayaan. Dan saat pelanggan sudah percaya, mereka bukan lagi sekadar pembeli. Mereka jadi teman, bahkan jadi tim marketing sukarela buat bisnismu.

Mereka akan cerita ke teman-temannya, “Eh, ngopi di sana deh, baristanya asyik banget, kita dianggap teman.” Cerita seperti ini jauh lebih kuat dari iklan mana pun.

Jadi, coba deh berhenti sejenak dari pusingnya mikirin resep baru atau strategi diskon. Mulailah bertanya pada dirimu sendiri:

“Pengalaman seperti apa yang ingin aku berikan ke setiap orang yang datang ke tempatku?”

Jawabannya ada di sana.

Ilmu ini rasanya “mahal,” setuju? SAVE artikel ini biar bisa jadi pengingat saat kamu mulai goyah, dan SHARE ke teman-teman seperjuanganmu yang mungkin lagi butuh pencerahan.

Dari tiga jebakan di atas, mana yang paling terasa relate buat kamu? Coba cerita di kolom komentar!

 

Order Layanan

Silahkan memesan paket jasa Desain yang sesuai dengan kebutuhan bisnis anda. Jika anda kesulitan untuk memilih paket yang sesuai, silahkan hubungi kami dan konsultasikan kebutuhan Desain anda. Kami akan segera membantu memilihkan layanan paket yang tepat untuk keperluan anda.

Bergabunglah dengan Buletin Kami!!

Suka Perencana.com? Kami senang memberi tahu Anda tentang Layanan Terbaru Kami. Berlangganan Newsletter!

You may also read!

5 Langkah Mudah Analisa Kompetitor untuk Bisnis UMKM

5 Langkah Mudah Analisa Kompetitor untuk Bisnis UMKM

Pernah merasa bisnis sudah berjalan maksimal tapi hasilnya stagnan? Anda sudah promosi, produk pun berkualitas, tapi omzet rasanya jalan

Read More...
Jasa Video Animasi Custom

Jasa Video Animasi Custom Profesional Terpercaya & Bergaransi

Punya ide bisnis brilian tapi visualnya masih terlihat amatir? Apakah waktu berharga Anda habis untuk mengurus desain, mengedit video,

Read More...
Bisnis UMKM Mandek? Hindari 7 Kesalahan Fatal Ini

Bisnis UMKM Mandek? Hindari 7 Kesalahan Fatal Ini

Pernahkah Anda merasa sudah melakukan segalanya? Produk oke, kerja keras banting tulang dari pagi ketemu pagi, tapi kok bisnis

Read More...

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Mobile Sliding Menu